Sunday 25 April 2010

SMS Gratisan Lintas Operator


(Jakarta, IC) – Kementerian Kominfo kecewa dan merasa ditantang operator karena masih menggelar promosi SMS gratis. Tapi pemerintah dinilai tak punya dasar hukum melarang SMS gratis.

Kepala Humas Kominfo Gatot S Dewa Broto mempermasalahkan pemasangan billboard besar yang secara terang-terangan menyebut iklan atau promosi SMS gratis lintas operator. Langkah itu dinilai sebagai bentuk tantangan dari operator.


Padahal larangan SMS gratis lintas operator sudah lama dibuat dan dipertegas pada 12 Februari 2010. Menurut Kementrian Kominfo polemiknya seharusnya sudah berhenti dan harus dipatuhi. Tapi kenyataannya operator saling melanggar dengan promosi besar-besaran.

Namun Sekretaris Jenderal Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Mas Wigrantoro Roes Setiyadi menilai pemerintah tidak bisa menyebut operator telah melakukan pelanggaran menyangkut bonus SMS gratis lintas operator.

“Pertanyaannya apakah ada peraturan yang melarang bonus SMS gratis? Peraturannya harus setara Peraturan Menteri, Peraturan Pemerintah atau Undang-undang. Jika tidak ada itu, maka hal tersebut bukan peraturan,” ujarnya di Jakarta, kemarin.

Ia menambahkan, jika pemerintah memiliki aturan yang mengatur tentang SMS interkoneksi berbasis biaya, tetapi tidak secara jelas mengatur bonus SMS gratis. “Harus jelas dulu peraturannya, jika tidak diatur, ada dua prinsip, bisa dihimbau tidak boleh atau silahkan dikerjakan sepanjang tidak melanggar peraturan sebelumnya,” tambahnya.

Menurut Mas Wig sebenarnya tidak ada bonus SMS gratis. Karena dalam perspektif pebisnis, tidak ada yang namanya gratis. Yang ada, untuk bisa mendapatkan layanan gratis itu maka pelanggan harus berbelanja dulu dan hal tersebut sama dengan diskon.

“Jika seseorang membeli satu buah jeruk maka akan memperoleh dua buah jeruk, jika tidak membeli satu buah jeruk maka tidak mungkin dua jeruk tersebut didapatkan, ini adalah gimmick marketingnya operator,” tandasnya.

Indonesian Telecommunication User Grup (IDTUG) menilai ada sikap tidak konsisten dari pemerintah. SMS gratis yang diyakini menguntungkan masyarakat dipermasalahkan, namun publikasi tarif yang tidak sesuai dengan kenyataan oleh operator malah tidak dibahas.

“Pemerintah harusnya konsisten. SMS yang menguntungkan dipermasalahkan, tapi soal tarif mereka diam saja. Seharusnya tidak cuma aturan iklan SMS tapi juga iklan tarif ikut diselidiki,” kata Sekjen IDTUG Muhammad Jumadi.

Ia menilai permasalahan SMS gratis penuh sikap tidak konsisten dari operator. Sebelum ada promosi besar-besaran, regulator telah memberikan kebebasan mengatur hal teknis sendiri. Namun, ketika ada keluhan dari operator kemudian dibuat kesepakatan 12 Februari 2010 oleh regulator, dan operator tetap melanggar.

Operator yang melanggar, menurut Jumadi sebaiknya ditindak. Meskipun pengguna diuntungkan dengan adanya layanan gratis, hal itu merupakan bentuk pelecehan bagi regulator.

“Saya sebagai pengguna tentu saja merasa senang kalau ada SMS gratis, bahkan kalau semua bisa gratis, ya gratis saja, namun ini kan dua hal yang berbeda. Aturan ya tetap aturan. Jika dilanggar tentu saja harus ditindaklanjuti. Apalagi dari awal, aturan tersebut merupakan kesepakatan dari duduk bersama antara pihak pemerintah dan operator,” papar Jumadi.

Namun Mas Wigrantoro menilai jika tidak ada permasalahan di antara operator maka pemerintah tidak perlu turun tangan. Misalnya, jika ada keluhan SMS gratis mengganggu jaringan milik operator lain, maka pemerintah baru bisa menengahi.

“Logikanya kalau sesama operator komplain baru kemudian bisa dibicarakan, jika tidak buat apa regulator ikutan mengatur? Adakah gangguan tersebut di antara operator? Silahkan mengacungkan tangan, berasal darimana pernyataan gangguan tersebut,” tanya Wigrantoro.

“Yang mengerti operasional jasa telekomunikasi adalah operator bukan regulator, jika regulator ngotot maka akan ada intervensi regulator terhadap bisnis operator. Fakta yang jelas dan valid pun harus disediakan regulator jika benar ingin intervensi. Jika tidak ada bukti dan keluhan maka itu adalah dinamika pasar,” tegasnya.

Ia menambahkan kasus SMS gratis sama seperti tarif murah yang diinginkan pemerintah. Konsekuensi penerapan tarif murah adalah trafik meningkat. Tapi dengan naiknya trafik pemerintah khawatir dengan kualitas layanan.

“Kalau begitu seharusnya pemerintah tidak perlu mendorong tarif telepon turun karena memang kapasitas operator terbatas. Kasus tarif telepon murah ini sama dengan kasus bonus SMS gratis yang ada saat ini,” kata Wigrantoro.

Masyarakat menurutnya jangan mudah tergoda dengan iming-iming iklan operator, karena pasti ada syarat tertentu dari operator untuk layanan gratis. “KPPU juga harus dipertanyakan menyangkut bonus SMS gratis, karena mereka terkesan diam saja karena tidak ada kesalahan, atau tidak tahu permasalahan?” imbuh Wigrantoro.

No comments: