INILAH.COM, Jakarta - Rapat Panitia Kerja Mafia Pemilu Komisi II DPR, Selasa (28/6/2011) menjadi babak baru bagi perjalanan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD. Kesaksian mantan Hakim MK Arsyad Sanusi membuat publik tercengang karena menyangkut kredibilitas Mahfud MD.
Marah dan dendam sulit ditutupi dari wajah Arsyad Sanusi. Panggung Panja Mafia Pemilu Komisi II DPR benar-benar dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk melakukan pembelaan dari berbagai isu yang menimpa dirinya. Namanya juga panggung klarifikasi, semua tudingan yang muncul dari hasil investigasi MK, semua dibantah Arsyad.
Hanya satu poin yang tidak bisa ditampik Arsyad Sanusi. Dia mengakui jika juru panggil MK Masyhuri Hasan pada Sabtu (15/8/2009) berada di rumah dinasnya, apartemen pejabat tinggi negara di Kemayoran, Jakarta Pusat.
"Hasan bawa laptop ke rumah, om ini saya disuruh untuk membuat jawaban surat KPU. Lalu saya tanya, kenapa kamu yang bikin? Saya jawab, saya tidak pernah melihat surat pertanyaaan KPU dan jawaban MK. Saya berpesan, jangan coba-coba menambah dan mengubah isi jawaban," aku Asryad.
Keterangan Arsyad Sanusi seperti menghapus semua keterangan yang sebelumnya disampaikan MK di hadapan Panja Mafia Pemilu dalam rapat konsultasi antara Panja Mafia Pemilu dengan MK. Arsyad benar-benar memanfaatkan panggung Panja Mafia Pemilu sebagai upaya memukul balik MK dan Mahfud MD.
Serangan yang paling telak ditujukan kepada Ketua MK Mahfud MD terkait pelanggaran kode etik. Pelanggaran kode etik ini, bagi hakim merupakan 'dosa besar' yang harus dihindari. Bila pun terbukti melanggar kode etik, langkah mundur menjadi satu-satunya pilihan.
Mahfud dituding bertemu dengan pihak yang tengah berperkara. Aktivitas yang haram dilakukan oleh hakim. "Bibit dan Chandra menghadap Mahfud pada 20 Oktober 2009, permohonan Bibit diregister pada 15 Oktober 2009, berarti pertemuan Bibit dan Bambang dengan Mahfud sudah dalam berperkara," katanya.
Dia menyebutkan, data-data yang ia sampaikan ini berasal dari catatan kepala sekurity yang mencatat aktivitas Mahfud MD selama 24 Jam. Arsyad menyebutkan, dokumen tersebut ia dapatkan dari bekas ajudan Mahfud MD yang berasal dari kepolisian.
Dia menyebutkan persoalan ini pernah ia sampaikan kepada mantan Ketua MA Bagir Manan dan Wakil Ketua MK Abdul Mukhti Fadjar. "Tapi Bagir sama Mukhti saya anggap negawaran pengecut. Sudah mengetahui tetapi tidak bertindak," sesalnya geram.
Terkait pelaggaran kode etik yang ditudingkan kepada Mahfud MD, Arsyad menegaskan jika Mahfud MD sebagai seorang negarawan, dirinya harus mundur dari Hakim MK. "Jika negarawan, Mahfud harus mundur dari hakim MK," katanya.
Selain soal kode etik Mahfud, Arsyad juga menyebutkan, munculnya surat palsu di MK merupakan bukti lemahnya manajemen administrasi yudisial di MK di bawah kepemimpinan Mahfud MD. Dia menuding, Mahfud MD tidak memahami administrasi yudisial. "Munculnya surat palsu menjadi bukti lemahnya pemahaman Ketua MK, Sekjen dan Panitera terkait teknis administrasi yudisial," tudingnya.
Sementara Mahfud MD merespon pernyataan Arsyad Sanusi yang menilai merupakan kebohongan. Terkait pernyataan Arsyad yang mengaku tidak mengetahui pembentukan tim investigasi saat kasus Refly Harun mencuat. "Hakim-hakim bilang, Pak Arsyad kok bohong ya, bilang tidak tahu pembentukan tim tersebut," ujarnya menirukan ucapan hakim MK Selasa (28/6/2011).
Mahfud menjelaskan semua hakim MK hadir dalam pembentukan tim yang diketuai Bambang Widjojanto itu. Bahkan sudah ditandatangani oleh sembilan hakim yang ada. "Kok (Arsyad) mengaku tidak mengetahui tim itu," katanya.
Pengakuan Arsyad Sanusi ini ujian kredibilitas Mahfud MD.Dalam kasus ini, citra Mahfud yang selama ini dikenal bersih dan konsisten bisa menjadi pertaruhan kredibilitas dirinya dan lembaganya, MK. [mdr]